Minggu, 26 Januari 2014

Hanya Sebuah Tulisan..

Siang hari ini sang matahari tidak ragu untuk memancarkan sinarnya, membangkitkan semangat dan produktivitas yang sempat tersembunyi beberapa hari yang lalu dan memunculkan kembali beberapa pertanyaan yang terus-menerus, lagi dan lagi memenuhi pikiranku akhir-akhir ini dan memaksaku untuk menemukan jawabannya.*apasih *apalah *abaikan saja

Photo by Google

Aku teringat akan film 'Gie' yang ku tonton beberapa hari yang lalu. Pada sebuah adegan yang berisi percakapan antara Gie dan seorang temannya, saat itu temannya bertanya mengapa Gie menjadi seseorang yang suka menentang. Kemudian Gie menjawab, "Kita tidak boleh begitu saja menerima nasib buruk yang terjadi dalam hidup kita dan menganggapnya sebagai kutukan. Jika kita ingin bebas, kita harus belajar terbang".
Kira-kira begitulah Gie menjawab pertanyaan temannya. Sejenak aku pun berpikir, bukankah sebetulnya nasib baik atau buruk itu relatif? Bukankah itu tergantung bagaimana kita memandang dan menyikapinya?
Disini aku tidak berbicara tentang penjajahan atau pemimpin yang bersikap dzalim pada rakyatnya --karena nantinya akan out of topic.
Sebetulnya, kenapa sih kita bilang sesuatu itu 'nasib buruk?' Karena tidak sesuai dengan ekspektasi kita selama ini kah? Apakah itu sungguh sangat buruk amat sekali? *lebay mode ON. Atau bisa jadi kita-nya saja yang kurang bersyukur.
Jadi begini, ada sebuah cerita tentang anak manusia yang merasa memiliki nasib buruk. Everything seems like the mistakes gitu deh. Doi merasa salah jurusan, menurutnya hal ini disebabkan ketidakadaannya passion dan visi di dalam jurusan tersebut. Doi pun sempat kepikiran untuk mencoba lagi di angkatan tahun selanjutnya. Tetapi karena menimbang beberapa faktor, hal tersebut menjadi tidak sederhana, seperti; bokap si doi yang nggak setuju doi mundur satu tahun, membagi waktu antara serius belajar untuk tes lagi dan kuliah dan segala macam aktivitas mahasiswa dan lain sebagainya yang aku pun bingung menuliskannya.

Hidup itu pilihan
Aku kenal dengan seseorang yang memiliki kasus seperti itu. Aku nggak tahu sih alasan kenapa dia sampai rela ikutan angkatan di bawah dia demi bisa pindah jurusan. Tapi yang jelas sih jurusan dia yang sekarang ini emang lebih 'wah' dan luckily, dia bisa survive di jurusan itu dan sekarang sudah berada di semester akhir. Pada kasus si doi, doi juga sebenarnya bisa kan? Layaknya seorang nahkoda kapal, selagi sempat ia dapat memutar balik kapalnya dan berlayar di jalur yang benar bukan?
Entahlah..
Sebenarnya aku pun tidak tahu tweeps...
Aku bingung...
Karena sesungguhnya menuliskan petuah-petuah bijak dan menasehati itu mudah sekali..
Bisa saja pada kasus si doi, doi ini hanya mengalami syndrome pasca melahirkan mahasiswa semester satu--seperti kebanyakan mereka yang labil dan akan berteriak histeris, "AH AKU SUDAH TIDAK TAHAN LAGI DI JURUSAN INI! AKU MAU COBA SBMPTN LAGI!....." 
namun kemudian setelah mengikuti sbmptn tahun berikutnya mereka gagal dan.... Balik lagi ke jurusan itu. (ini berdasarkan mini survei yang aku lakukan)

Aku ingat, ada yang pernah bilang padaku kalau hidup itu pilihan. Even tough, kita memilih untuk tidak memilih. Dan jika sudah memilih, kita harus fokus didalamnya.
Yang aku bingung, bagaimana kita tahu pilihan itu baik atau buruk agar tidak berimbas pada nasib buruk? Mungkin itulah mengapa kita perlu shalat istikharah, kalau dalam Islam. Agar keputusan yang akan kita jalani dan ambil tidak salah di kemudian hari. Insya Allah.
(Alhamdulillah ya, zuper sekali, pelajaran ane waktu sekolah dulu masih nyantol di otak :") )

Baiklah mari kita doakan agar si doi ini segera menemukan tambatan hatinya jalannya..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar