Rabu, 05 Maret 2014

Sebuah Cerita di Kereta

Picture by Google

Hari ini aku baru saja mendapatkan sesuatu yang membuat hatiku terkelu, sedih. 
Siang tadi aku kembali ke rumahku di Bekasi karena akan mengambil sesuatu yang tertinggal. Sambil menunggu kereta datang, aku membaca buku praktikum anatomi yang baru saja aku beli kemarin, setengah menggerutu karena uang bulananku lagi-lagi dipakai untuk membeli atau memotokopi buku. Padahal kan nanti mau ikutan sbmptn lagi udah gitu dibaca semua juga belum tentu, tapi kalau nggak beli gimana belajarnya.. Gumamku dalam hati. 
Tidak jauh dariku, aku menoleh pada seorang wanita lanjut usia yang memiliki disabilitas pada pengelihatannya sehingga ia membawa tongkat di tangannya bersama seorang pria. Saat itu aku berpikir pria itu adalah keluarganya, sehingga mereka akan naik gerbong campur. Aku kembali pada bacaanku dan kemudian, kereta tujuan Bekasi-pun tiba, karena tidak begitu ramai aku tidak perlu berdesakan naik dan mendapatkan tempat duduk. Tidak lama setelah aku duduk, datanglah wanita lanjut usia yang tadi aku lihat bersama seorang wanita muda, bukan bersama pria tadi. Wanita muda itu segera memapah ibu tersebut ke arah tempat duduk tepat di sebelahku. "duduk disini, Bu" begitu katanya. Perasaanku langsung campur aduk. Bagaimana bisa aku langsung duduk nyaman padahal diluar sana tadi ada seseorang dengan keterbatasan pengelihatannya dan tanpa didampingi oleh keluarganya? Bagaimana bisa aku langsung menyimpulkan kalau pria tadi adalah keluarganya sehingga aku langsung naik kereta? Ya Allah.... Padahal dipangkuanku ada dua buah buku anatomi yang ada embel-embel kedokterannya. Aku sangat malu.. Aku seharusnya menjadi seseorang yang lebih peka dan peduli terhadap penyandang disabilitas dan kaum difable sepertinya. Seseorang yang akan menjadi okupasi terapis, berada di jurusan yang nantinya akan melahirkan seorang terapis yang akan membantu orang-orang dengan disabilitasnya agar menjadi mandiri. 

Dadaku menjadi sesak, tenggorokanku rasanya sakit. Dan rasanya air mata ini sudah berada di ujung mataku. 

Aku memberanikan diri untuk memulai percakapan dengan ibu tersebut, "Ibu mau turun di stasiun apa?" ibu itu menoleh, dan dengan suaranya yang terdengar polos, "Stasiun Kranji.." Aku menatapnya, membayangkan jika aku harus kemana-mana sendiri padahal aku tidak mampu melihat apa yang ada di sekitarku, aman atau tidak. Bukankah itu sangat menakutkan? Membayangkan bahwa naik kereta bukanlah perkara mudah karena pijakan aspal ketika turun terkadang jaraknya terlalu jauh atau terlalu rendah sehingga mengharuskan kaki kita melangkah lebih besar. 

Aku tidak bisa mengalihkan pikiranku pada hal yang lain, sering aku menengok kesamping memperhatikannya yang sedang mengeluarkan beberapa lembar uang receh. "Mbak ini uangnya ada seribuan nggak?" Ditangannya terdapat 1 lembar uang seribu, 5 lembar uang dua ribu dan 2 lembar uang lima ribu "iya.. Ada kok bu.." penumpang lain di hadapan kami jadi ngeliatin gitu "yang mana ya?" aku segera mengambil uang seribu dari tangan kirinya dan memindahkannya ke tangan kanannya, "yang ini bu..". "kalau lima ribuannya ada berapa?" "ada 2 lima ribuan dan 5 lembar 2 ribuan bu.." Dan aku langsung memisahkan uang 5 ribuan ibu itu dari campuran uang 2 ribuannya dan memberikan yang 5 ribuan itu ke tangan kanannya "ini 5 ribuannya bu, yang itu 2 ribuan" kemudian Ibu itu memasukan uangnya ke dalam tasnya. "mbak kalau ini tiga ribu?" Di tangannya ada selembar uang seribu dan selembar uang dua ribu, "iya itu tiga ribu, Bu" tersunging senyuman di wajah ibu itu, "terima kasih ya, Mbak". Subhanallah rasanya senang sekali... "iya sama-sama, Bu". Stasiun demi stasiun terlewati dan kami hanya terdiam. Mungkinkah mencoba Allah memberitahuku sebuah contoh nyata, bukan hanya sekedar kuliah-kuliah yang sering aku dengar dari dosen? Entahlah..

Terdengar suara announcer dalam kereta menyebutkan stasiun kranji, Ia seperti akan berdiri, "Ibu di Kranji juga kan? Saya juga. Nanti kita turunnya bareng aja ya, Bu" "ooh kamu Kranji juga? Iya.. Iya.. Terima kasih ya". Penumpang lain yang duduk tepat di depanku termasuk wanita muda yang tadi membantu memperhatikan kami, "Turun di Kranji juga, Mbak?" "Iya turun di Kranji" "Bareng? (Sambil menunjuk Ibu yang duduk disebelahku)" "Iyaa bareng.." "ooh iya iya". Aku terlebih dahulu berdiri dan memegangi lengan Ibu tersebut, di sebelahnya ada Ibu muda yang juga membantu. "Langkah kakinya agak lebar ya, Bu. Soalnya ini rendah sekali" aku juga sebenarnya bingung bagaimana cara memandunya. Tapi untunglah, ketika turun, ada seorang ibu yang memanggilkan petugas di stasiun untuk memapah si Ibu ini turun.

Aku dan seorang ibu muda berjalan menemaninya, kami sempat bertanya mengapa ia sendirian, ia bilang karena tidak ada yang menemani. Kami tidak menanyakan lebih lanjut kenapa ia tidak ditemani. Kami kemudian menanyakan kemana tujuan si ibu dan ternyata memiliki rumah di dekat masjid yang harus menyebrangi rel kereta. Jujur saja ini sangat berbahaya tapi ia sudah terbiasa seperti ini. Melihat kami, seorang petugas stasiun langsung datang untuk menuntun si ibu. Lalu, disinilah kami berpisah. Aku harus keluar lewat pintu kiri dan mereka lewat pintu kanan.
 Aku berharap, suatu saat nanti negara kita lebih peduli terhadap fasilitas penyandang disabilitas dan mereka dapat melakukan aktifitas secara mandiri dan aman.

Minggu, 02 Maret 2014

Untuk Seseorang...


Untuk seseorang yang hatinya tertambat pada satu cinta

Untuk seseorang yang menempuh ribuan jarak

Hanya untuk berjumpa dengan kau 

Untuk seseorang yang menolak pada setiap pilihan yang datang

Untuk seseorang yang telah mengunci setiap rindu

Untuk menjaga cintanya padamu

Untuk seseorang yang merindu akan sinar matamu

Untuk seseorang yang bahagia t'lah menatap lengkungan senyummu

Untuk seseorang yang hanya bisa diam membisu

Untuk seseorang yang melangkah dibelakang bayangmu

Untuk seseorang yang telah menunggu ratusan hari, ribuan malam dan jutaan menit agar bisa memilikimu

Untuk seseorang yang telah menanam keyakinan bahwa kau 'kan datang

Untuk seseorang yang selalu menyelipkan namamu dalam doanya

Untuk seseorang yang selalu merasakan jutaan duri menancap di hatinya

Karena belum bisa bersamamu

Untuk seseorang yang terlelap dalam gelisah karena tak bisa memimpikanmu

Untuk seseorang yang kala mentari pagi-pun tak jua menyinari hatinya

Untuk seseorang yang tenggelam dalam keegoisan karena hanya menginginkamu


Untuk seseorang..

Jangan seperti ini

Berhentilah menunggu

Tidakkah kau lelah?

Tidakkah kau tahu kau hanya menggoreskan luka saja?

Sudah bertahun-tahun kau merindunya

Untuk seseorang..

Ini bukanlah soal kau berhenti menggapainya

Tetapi kau hanya perlu kembali bangkit melangkah ke depan